Teleportasi : Ketika Ruang dan Waktu Tidak Lagi Menjadi Penghalang
Bayangkan dunia tanpa batas. Tidak ada jarak yang memisahkan, tidak ada perjalanan panjang yang melelahkan, tidak ada waktu yang terbuang hanya untuk mencapai tujuan. Dalam sekejap mata, tempat yang tadinya begitu jauh tiba-tiba berada di hadapan. Adakah ini hanya khayalan manusia, atau ada hukum alam yang belum terungkap, terselubung dalam misteri yang telah lama tercatat dalam kitab suci ?
سُبْحَانَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَى ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
"Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya..." (QS. Al-Isra: 1)
Namun, mukjizat bukan satu-satunya cara untuk menaklukkan batasan ruang dan waktu. Dalam sejarah, terdapat peristiwa lain yang mengejutkan, bukan oleh seorang nabi, tetapi oleh seseorang yang memiliki "ilmu dari kitab". Kisah pemindahan singgasana Ratu Balqis menjadi salah satu bukti bahwa ada pengetahuan yang mampu mengatasi keterbatasan manusia. Sebagaimana tercantum dalam Surat An-Naml ayat 40:
قَالَ ٱلَّذِى عِندَهُۥ عِلْمٌۭ مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَءَاهُۥ مُسْتَقِرًّۭا عِندَهُۥ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
"Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singgasana itu berada di hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku...’" (QS. An-Naml: 40)
Bagaimana seseorang mampu memindahkan objek besar dalam sekejap mata? Jika ini bukan mukjizat, maka ini adalah bukti bahwa ilmu pengetahuan memiliki potensi yang luar biasa. Jika di masa lalu seseorang telah menemukan cara untuk mengatasi batasan ruang, mungkinkah ilmu pengetahuan modern tengah berada di ambang pemahaman tentang teleportasi?
Dalam dunia fisika kuantum, fenomena quantum entanglement mulai membuka wawasan baru tentang hubungan antara ruang dan waktu. Dua partikel yang saling terhubung dapat berkomunikasi secara instan, melampaui kecepatan cahaya. Jika prinsip ini dapat diterapkan dalam skala besar, bukan tidak mungkin manusia suatu saat nanti mampu berpindah tempat tanpa kendaraan, tanpa perjalanan panjang, tanpa batasan ruang.
Namun, kemajuan ilmu bukan sekadar tentang teknologi. Firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah: 11 menjelaskan bahwa ilmu memiliki kedudukan yang tinggi:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Sejarah telah membuktikan bahwa hal yang dulu dianggap mustahil pada akhirnya menjadi kenyataan. Terbang, berbicara dengan seseorang di seberang dunia secara instan, menjelajahi luar angkasa—semua dulu hanyalah fantasi, namun kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Maka, jika kitab suci telah mengisyaratkan tentang perpindahan instan, dan ilmu pengetahuan mulai menyentuh pemahamannya, perjalanan sekejap mata bukan lagi sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Ilmu adalah jembatan menuju pemahaman tentang hukum alam yang telah diciptakan. Para ilmuwan Muslim di masa keemasan Islam—Al-Khawarizmi dengan matematika, Ibnu Sina dengan kedokteran, dan Al-Haytham dengan optik—telah membuktikan bahwa ilmu bisa membawa manusia menuju penemuan besar. Seiring dengan kemajuan teknologi, batasan ruang dan waktu tidak lagi menjadi penghalang—melainkan tantangan yang harus ditaklukkan.
Dunia tengah bersiap menuju era baru—realitas yang dahulu dianggap mustahil kini semakin dekat untuk diungkap.