Tersesat di Pulau Terlupakan Kisah Tamim Ad-Dari dan Fitnah Yang Mengubah Hidupnya
Mereka telah berlayar cukup lama, berharap menemukan daratan, tetapi malam itu, badai memutuskan nasib mereka. Kapal mereka terombang-ambing seperti kayu kecil di tengah samudra, hingga akhirnya, setelah berjam-jam bertarung dengan gelombang, mereka terdampar di sebuah pulau yang tampak sunyi.
Tamim melangkah keluar dari kapal dengan hati-hati. Pulau itu berbeda dari tempat lain yang pernah ia datangi. Pepohonannya menjulang tinggi, melahirkan bayang-bayang panjang yang tampak bergerak di bawah sinar rembulan. Udara di sana terasa dingin, meski tidak ada angin yang bertiup kencang.
Di tengah kebisuan itu, sesuatu bergerak dari balik semak-semak.
PERTEMUAN DENGAN MAHLUK ANEH
Mereka segera bersiap, berjaga-jaga akan kemungkinan bahaya. Namun, yang muncul bukan manusia, bukan pula binatang yang mereka kenali.
Makhluk itu berbulu lebat, hampir seluruh tubuhnya tertutup rambut panjang yang acak-acakan. Matanya besar, bersinar dalam redupnya malam. Ia memandang Tamim dan rombongannya dengan tatapan tajam, seolah mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui.
"Aku Al-Jassasah," katanya dengan suara rendah yang menggema seperti bisikan dari dunia lain. "Kalian harus bertemu seseorang."
Tamim tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ada ketakutan yang merayap di benaknya, tetapi rasa penasaran yang mendominasi mendorongnya untuk tetap melangkah.
Makhluk itu berjalan mendahului mereka, menuju jalur sempit yang membelah hutan gelap. Tamim dan rombongan mengikuti tanpa suara, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
Hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah bangunan tua yang berdiri kokoh meski tampak terlupakan oleh waktu.
Di dalamnya, mereka melihatnya.
RAKSASA TERBELENGGU
Di sudut ruangan yang gelap, seorang pria duduk dengan tubuh terikat rantai besi yang begitu besar hingga tampak mustahil dilepaskan. Tangannya terikat, kakinya terlilit besi, dan lehernya dijerat dengan pengunci yang tampak sudah lama berkarat.
Matanya bersinar dalam redupnya ruangan. Penuh amarah. Penuh kebencian.
Tamim menelan ludah. Ada sesuatu yang tidak biasa dari sosok ini. Aura di ruangan itu berubah seketika—seakan gravitasi bergeser, menarik mereka ke dalam ketakutan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
"Siapa kalian?" suara itu menggema.
Tamim berusaha mengendalikan napasnya. "Kami hanyalah pelaut yang terdampar."
Sosok itu tersenyum. Senyum yang tidak memberikan rasa tenang, tetapi justru membuat bulu kuduk mereka berdiri.
"Aku... adalah Dajjal."
Tamim terdiam.
KISAH YANG TERUNGKAP
Dajjal mulai berbicara. Ia bertanya tentang dunia luar, tentang wilayah yang jauh dari pulau ini, tentang kekeringan yang mulai melanda, dan tentang seorang Nabi yang telah muncul membawa pesan bagi umat manusia.
"Saat waktuku tiba, aku akan berjalan di bumi. Aku akan menyesatkan manusia. Aku akan membuat dunia tunduk kepadaku," katanya dengan suara berat yang seakan mengandung kegelapan.
Tamim merasakan tubuhnya melemah. Ia telah mendengar nama ini sejak kecil—sebagai legenda, sebagai peringatan dari orang-orang tua. Tetapi kini, sosok itu nyata, ada di hadapannya.
Pikirannya berputar. Ada kebenaran yang tidak bisa disangkal. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di dunia ini.
Tanpa membuang waktu, mereka bergegas meninggalkan tempat itu, berlari sejauh mungkin, melawan rasa takut yang hampir menelan mereka.
Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba di Madinah dan segera menemui Rasulullah ï·º.
Tamim menceritakan segalanya, dari awal hingga akhir, dengan napas yang masih berat dan pikiran yang masih berputar. Saat mendengar kisah ini, Rasulullah ï·º mengumpulkan para sahabat dan berkata bahwa apa yang dikisahkan Tamim adalah kebenaran.
Hari itu, Tamim merasa bahwa ia telah menemukan jawaban dari segala pencarian. Ia bersujud, mengucapkan syahadat, dan dengan keyakinan penuh, ia memeluk Islam.
PERTANYAAN TERBESAR: APA YANG AKAN KITA PILIH?
Tamim tidak pernah meragukan pilihannya. Setelah melihat sesuatu yang tidak mungkin diingkari, ia memilih cahaya sebagai jalannya.
Namun, pertanyaannya kini bukan lagi apakah Dajjal itu nyata.
Pertanyaannya adalah—apakah manusia siap menghadapi fitnahnya ketika ia sudah muncul?
Kita semua diberikan pilihan.
Apakah kita akan menjadi seperti Tamim—yang memilih kebenaran?
Ataukah kita akan membiarkan diri kita tersesat dalam kegelapan, hanya karena kita tidak ingin menghadapi kenyataan?
Renungkanlah. Karena ketika waktu itu tiba, hanya satu hal yang bisa menyelamatkan kita : Iman dan Kebenaran.